ziddu.com

Affiliate

Free Website Hosting

Minggu, 19 Juli 2009

1. Halilintar Menyambar di Terik Matahari


Parasnya Ayu meskipun dia seorang anak “ndeso” yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Kulitnya bersih untuk ukurang seorang “ndeso” yang hidup di daerah pinggiran hutan yang selalu kesulitan mencari air di musim kemarau. Sutini namanya, seorang gadis muda yang selalu tersenyum dan ceria di tengah segala kesusahan dan kesulitan hidupnya. Seorang gadis muda yang selalu bersemangat menapaki kehidupan dan kemiskinan yang dialami sejak kecil. ..........................

Sore menjelang senja ketika si gadis muda duduk terdiam, terpekur dalam alam fikirannya yang berkecamuk, dalam kegundahan hati yang tidak pernah dirasakan selama hidupnya...

“Nduk sutini, coba kamu fikirkan dengan sepenuh hatimu nduk, pahami kehidupanmu dan keinginanmu serta kemauanmu”


“ fikirkan dengan matang, apakah kamu mau menerima apakah kamu akan menolaknya nduk.”
“ kalau kamu mau, fikirkanlah Siapa tahu itu semua akan bisa merubah nasib mu, nduk”
“janganlah kamu nantinya menjadi kayak simbokmu ini nduk”
“Simbok sudah tua, sudah cukup merasakan pahit getir kehidupan ini, sudah capek dengan semua ini nduk”
“simbok tidak tahu sampe kapan bisa terus “ngemong” kamu nduk”
“kalau tiba tiba sang maut menjemput simbok besok pagi, fikirkanlah bagaimana nasib kehidupanmu nduk”
“kamu tidak mungkin hidup sendiri, kamu harus hidup dengan seseorang yang akan merawatmu nanti”
“kamu masih muda nduk”
“Dan yang utama adalah kamu ini Ayu, dan simbok berharap kamu bukan hanya ayu lahirnya tetapi batin kamu harus lebih ayu berlipat lipat dari parasmu nduk sutini….”

mbok sum dia biasa dipanggil, umurnya sudah hampir 70 th. Sudah terlalu tua untuk orang seukuran dia yang masih mempunyai anak gadis seumuran sutini yang baru memasuki umur 16 tahun.

Memang, sutini bukanlah anak kandung mbok sum, tetapi dia sebenarnya adalah cucu mbok sum. Emaknya sutini meninggal sewaktu melahirkan dia, sementara bapaknya kabur entah kemana dengan " rondo kempling" dari kampung sebelah bahkan sebelum sutini lahir.

Sutini terdiam. Dia mendengarkan dengan seksama apa yang di katakan oleh mbok sum.. Dalam diamnya, sutini berpikir keras dan menangis.. menangis karena keadaan. Karena kondisi yang sangat tidak diinginkannya, Sutini hanya bisa pasrah, dan berdoa semoga diberikan kekuatan oleh sang hyang Widhi. Tapi memang sutini sangat tabah.. tidak ada gurat kesedihan tampak dari raut mukanya..

Semua bermula karena peristiwa tadi siang, ketika tiba tiba mandor kartubi yang biasa lewat jalan setapak di belakang rumah mbok sum melihat sutini yang sedang bekerja mengikat ranting ranting kayu yang baru saja di ambil dari hutan di belakang rumahnya. Dan kemudian mampir dan langsung menemui mbok sum sekaligus melamar sutini untuk menjadi istrinya. Dan di terik matahari yang menyengat di musim kemarau itu, sutini merasakan seolah Halilintar tiba tiba menyambar membuat getir hati siapa saja yang melihatnya dan dengan suara yang menggelegar memekakkan telinga siapa saja yang mendengarnya. Tidak ada orang yang tidak mengenal mandor kartubi. Dan Tidak ada orang yang berani melawan apa yang dikatakan oleh mandor kartubi.

Sambil duduk terpekur mendengarkan kata kata simboknya, sutini tiba tiba tersenyum sambil menjawab
" mbok.. sudahlah mbok.. aku ini bukannya menolak lamaran atau menolak dinikahkan mbok.. tapi aku masih pengen merawat simbok. Aku masih pengen berjalan jalan dengan simbok, masak bersama, ke hutan mencari kayu, mencari daun jati untuk dijual ke pasar. Meski semuanya tidak cukup untuk makan yang penting aku masih bisa merawat simbok.. aku masih ingin dekat sama simbok, dan kalau aku menikah trus siapa yang akan merawat simbok.. aku pasti akan dibawa ke rumah suamiku to mbok.. lha kalau seperti itu trus simbok bagaimana ?”
“ juga bukannya aku tidak ingin kehidupanku berubah mbok.”
“Sudah lah mbok, yang sabar ya mbok.. orang sabar itu kekasih Gusti Allah mbok.. aku ngerti kok dengan semua keadaan ini mbok, dan aku ngerti siapa yang kita hadapi mbok, beri waktu aku untuk berpikir ya mbok. “
“siapa tahu keinginan mandor kartubi berubah tiba tiba”
“ serahkan semuanya pada Gusti Allah mbok, “

Sutini terus berusaha memberikan pengertian pada simboknya yang terlihat begitu gusar

“ lagi pula mbok, kalau aku trus diboyong sama mandor kartubi, trus hidup enak disana, sementara simbok tidak ada yang merawat. Simbok kesepian sendiri disini. Simbok kan tahu siapa mandor kartubi, jadi kalau aku di ambil istri olehnya, gak mungjin simbok juga ikut diboyong ke sana. Aku ndak pengen jadi anak durhaka mbok..”

Sutini terus menerus merayu mbok sum, dan berusaha membuat mbok sum menjadi tenang. Sutini sadar pada posisinya. Dan dengan senyum lembutnya sutini berusaha menenangkan mbok sum.

“tidak nduk.. aku gak apa ap, aku masih kuat, dan yang penting adalah kamu harus merubah nasibmu sendiri.. dalam segala kekurangan kita, kita selalu ikhlas to nduk menerima cobaan ini .. selain itu nduk.. aku yakin kalau mandor kartubi itu orang baik, aku yakin kok nduk... dia janji sama aku, kalau kamu mau jadi istrinya. Dia juga akan merawat aku... dia janji kamu boleh sesukamu “ngendangi” simbok..”

“sudah ya nduk... fikirkan dengan tenang, dan penuh perhitungan, untung ruginya kalau kamu menerima apa menolak lamarannya. Fikirkan dengan matang.. mandor kartubi menunggu jawaban simbok seminggu lagi..”

Sutini kembali tersenyum meski getir dirawakan di dalam hatinya. Sutini yakin bukan itu alasan simboknya.. tapi lebih kepada rasa takut pada anak buah mandor kartubi..

Sutini bingung,, gelisah, gak bisa ngomong apa apa lagi... dia masih mencoba mencari cari alasan lainnya,, tapi buntu...

Tidak ada lagi alasan, dia takut dan kawatir sama simboknya yang sudah tua..

Sejenak sutini menghela nafas panjang.. lalu sejurus kemudian dia keluar rumah, duduk di teras sambil menerawang jauh.... jauuuuuh.. sekali

Sutini gelisah.. takut.. bingung, bimbang... " apa yang harus aku lakukan ?? apakah aku masih punya pilihan lain ??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar